Teori Kutub Pertumbuhan
loading...
Sebagaimana
diketahui bahwa potensi dan kemampuan masing‐masing
wilayah berbeda‐beda satu sama lainnya, juga masalah pokok yang dihadapinya
tidak sama sehingga usaha‐usaha pembangunan sektoral yang akan dilaksanakan harus
disinkronisasikan dengan usaha‐usaha pembangunan regional. Teori lokasi klasik ternyata
tidak berlaku secara sempurna karena beranggapan bahwa semua kegiatan
berlangsung diatas permukaan (surface) yang sama, perbedaan geografis dianggap tidak ada,
fasilitas transportasi terdapat ke segala jurusan, bahan mentah (baku)
industri, pengetahuan teknis dan kesempatan produksi adalah seragam di seluruh
wilayah. Sebagai akibat dari ketidaksempurnaan pendekatan klasik tersebut
kemudian timbullah permikiran baru yaitu teori kutub pertumbuhan (growth
pole).
Teori
Francois Perroux ini menyatakan bahwa pembangunan atau pertumbuhan tidak
terjadi di semua wilayah
akan tetapi terbatas hanya pada beberapa tempat tertentu dengan variabel yang berbeda‐beda intensitasnya. Mengikuti pendapat Perroux
tersebut, Hirschman mengatakan bahwa untuk
mencapai tingkat pendapatan yang lebih tinggi harus dibangun sebuah atau
beberapa buah pusat
kekuatan ekonomi dalam wilayah suatu negara atau yang disebut sebagai pusat‐pusat pertumbuhan (growth
point atau growth pole).
Menurut Perroux terdapat elemen yang sangat menentukan dalam konsep kutub pertumbuhan yaitu
pengaruh yang tidak dapat dielakkan dari suatu unit ekonomi terhadap unit‐unit
ekonomi lainnya. Pengaruh tersebut semata‐mata
adalah dominasi ekonomi
yang terlepas dari pengaruh tata ruang geografis dan dimensi tata ruang.
Perusahaanperusahaan yang
menguasai dominasi ekonomi tersebut pada umumnya adalah industri besar yang mempunyai kedudukan oligopolistis dan mempunyai
pengaruh yang sangat kuat terhadap kegiatan para langganannya.
Baca Juga: Teori Laju Perkembangan dan Pertumbuhan Ekonomi
Pandangan Perroux mengenai proses pertumbuhan adalah konsisten dengan teori tata ruang ekonomi (economic space theory), dimana industri pendorong dianggap sebagai titik awal dan merupakan elemen esensial untuk pembangunan selanjutnya. Disini Perroux lebih menekankan pada aspek pemusatan pertumbuhan. Meskipun ada beberapa perbedaan penekanan arti industri pendorong akan tetapi ada tiga ciri dasar yang dapat disebutkan yaitu:
- Industri pendorong harus relatif besar kapasitasnya agar mempunyai pengaruh kuat baik langsung maupun tidak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi.
- Industri pendorong harus merupakan sektor yang berkembang dengan cepat.
- Jumlah dan intensitas hubungannya dengan sektor‐sektor lainnya harus penting sehingga besarnya pengaruh yang ditimbulkan dapat diterapkan kepada unit‐unit ekonomi lainnya.
Dari
sisi tata ruang geografis, industri‐industri pendorong dan industri‐industri
yang dominan mendorong
terjadinya aglomerasi‐aglormerasi pada kutub‐kutub
pertumbuhan dimana mereka berada.
Jelaslah bahwa industri pendorong mempunyai peranan penting dalam proses
pertumbuhan ekonomi. Kenyataan di lapangan, konsep pusat pertumbuhan
yang memberikan penekanan pada keberadaan industri besar, tidak selamanya menjamin
pertumbuhan ekonomi. Kasus seperti ini dijumpai pada beberapa industri besar di Perancis dan Denmark.
Konsep pusat pertumbuhan juga kurang menjelaskan
mengenai proses aglomerasi industri, yaitu industri‐industri
tertarik berkonsentrasi di suatu
tempat oleh karena penghematan eksternal yang diberikan oleh kota‐kota
besar, bukan karena sifat‐sifat
oligopolitis industri pendorong.
Baca Juga: Teori Pembangunan Seimbang
Selain itu, pusat pertumbuhan yang diharapkan sebagai penggerak utama pembangunan yang selanjutnya menyebarkan hasil‐hasil pembangunan dan dampak pertumbuhan ke wilayah pengaruhnya (dampak tetesan ke bawah, trickle down effect), belum banyak menampakkan hasil. Hal ini disebabkan karena pusat pertumbuhan yang umumnya adalah kota‐kota besar ternyata sebagai pusat konsentrasi penduduk dan berbagai kegiatan ekonomi dan sosial mempunyai pengaruh yang cukup kuat, sehingga terjadi tarikan urbanisasi dari desa‐desa dalam wilayah pengaruh ke pusat pertumbuhan (kota besar). Ini yang dikenal dengan backwash effect. Dampaknya pada perkotaan adalah kota semakin padat dan timbul permasalahan baru, seperti kemacetan dan polusi. Wilayah pengaruh atau wilayah belakangnya menjadi terabaikan dan tetap tertinggal, bahkan ketimpangan pembangunan antardaerah bisa semakin tajam.
Baca Juga: Teori Tahapan Perkembangan Ekonomi, Teori Multiplier dan Teori Lokasi
Namun, bukan berarti konsep pusat pertumbuhan menjadi ditinggalkan. Konsep pusat pertumbuhan tetap diperlukan karena fungsinya yang bisa menjadi penggerak utama pertumbuhan terhadap wilayah sekitarnya. Ada beberapa hal yang perlu diperbaiki dalam konsep ini. Rahardjo Adisasmita (1987) memberikan beberapa pemikiran guna memperbaiki konsep pusat pertumbuhan, yaitu:
- Peningkatan keterkaitan ekonomi dan pembangunan antara kota sebagai pusat pertumbuhan dengan wilayah pengaruh disekitarnya.
- Pembangunan wilayah pengaruh harus seimbang antara sisi penawaran (supply side) dengan sisi permintaan (demand side).
- Pada wilayah pengaruh yang memiliki sumberdaya yang potensial dan prospek pasar yang kuat, agar dibangun proyek‐proyek (investasi fisik) yang mampu menciptakan comparative adventage, marketability, dan sustainability.
- Selain investasi, pemberdayaan masyarakat lokal di wilayah pengaruh juga perlu dilakukan. Hal ini untuk menjamin terimplementasikannya program pembangunan dengan baik, mulai dari pemilihan jenis program pembangunan yang benar‐benar dibutuhkan masyarakat lokal, serta implementasi juga dapat terjamin keberhasilannya.
Post a Comment