Teori Pembangunan Seimbang
loading...
1. Rosenstein‐Rodan
Menggagas
program pembangunan di Eropa selatan dan Tenggara dengan program pembangunan industrialisasi secara
besar‐besaran,
dimana industrialisasi di daerah
yang kurang berkembang merupakan upaya menciptkan pembagian pendapatan yang lebih merata. Menurutnya, pembangunan industri
besar‐besaran
dan saling berhubungan satu sama
lain akan mengurangi biaya produksi dan menciptakan ekonomi ekstern, dimana ada
tiga macam
ekonomi ekstern yang diakibatkan oleh perluasan pasar yang dijelaskan oleh
pandangan Nurkse.
2.
Nurkse
Berpendapat
bahwa faktor terpenting yang menentukan luas pasar adalah tingkat produktifitas. Di negara yang sedang berkembang
pasarnya sangat terbatas, maka tidak ada ransangan bagi pengusaha untuk menggunakan barang‐barang
modal yang up to date,
sehingga terbataslah
kemampuan suatu negara untuk menghasilkan barang‐barang
yang diperlukan pasar. Menurutnya, pasar dapat diperluas dengan melaksanakan
program pembangunan yang seimbang, yaitu dalam waktu yang bersamaan
dilaksanakan penanaman modal di berbagai industri yang memiliki keterkaitan,
sehingga pasar dapat diperluas, karena kesempatan kerja dan pendapatan
masyarakat yang diperoleh dari berbagai industri akan menciptakan permintaan terhadap
barang‐barang yang dihasilkan oleh
berbagai industri yang dibangun. Pembangunan industri menciptakan pasar bagi industri lain,
makin banyak industri yang dibangun maka makin luas pasar sehingga memungkinkan untuk
menggunakan modal yang lebih efisien dan intensif. Kedua pandangan ini sebagai pencipta teori
pembangunan seimbang dengan penekanan pada kesimbangan aspek “penawaran”.
Baca Juga: Teori Pembangunan Tidak Seimbang
3.
Teori Scitovsky dan Lewis
Ekonomi
eksternal adalah perbaikan efisiensi yang terjadi pada suatu industri lain, yang disebut sebagai ekonomi
ekstern teknologis. Disamping itu hubungan interpedensi diantara berbagai industri dapat
pula menciptakan ekonomi ekstern keuangan yaitu kenaikan keuntungan yang diperoleh suatu
perusahaan yang bersumber dari tindakan‐tindakan perusahaan lain, sehingga keuntungan bukan hanya
tergantung pada efisiensi penggunaan faktor‐faktor
produksi dan tingkat produksi, namun juga akibat berkembangnya perusahaan-perusahaan lain. Lewis menekankan pembangunan yang seimbang
diperoleh dari terciptanya interdependensi
yang efisien antar berbagai sektor seperti pertanian dan industri, sektor dalam negeri dan luar negeri. Apabila sektor industri
mengalami perkembangan yang cukup pesat, sektor industri akan banyak menyerap kelebihan
produksi bahan makanan dan tenaga kerja dari sektor pertanian. Namun pembangunan ekonomi yang
hanya dipusatkan pada sektor industri kemudian
mengabaikan sektor pertanian, akan menghambat proses pembangunan karena akan timbul inflasi akibat kekurangan barang‐barang
pertanian dan kesulitan memasarkan hasil‐hasil industri karena daya beli masyarakat yang rendah.
Baca Juga: Teori Tahapan Perkembangan Ekonomi, Teori Multiplier dan Teori Lokasi
Lewis
menyimpulkan agar pembangunan ekonomi
dapat berjalan lancar, maka pembangunan sektor pertanian dan industri harus dijalankan secara seimbang, sebab jika sektor
pertanian tidak berkembang maka sektor industri juga tidak akan berkembang dan sektor industri
hanya bagian kecil saja dari pendapatan nasional. Disamping itu menurut Lewis, juga
penting melakukan pembangunan yang seimbang di sektor produksi yang menghasilkan barang‐barang
kebutuhan dalam negeri dengan barang-barang untuk diekspor.
Fungsi
ekspor adalah untuk menjamin kelangsungan pembangunan sektor‐sektor di dalam negeri, untuk mengatasi masalah
keterbatasan pasar di dalam negeri, dan sektor ekspor akan mendorong sektor
sektor di dalam negeri untuk melakukan temuan‐temuan baru dan meningkatkan produktifitas. Namun,
pembangunan jangan terlalu dipusatkan pada sektor ekspor, karena tanpa
perbaikan produktifitas di sektor pertanian tradisional (pertanian), sektor
ekspor dapat saja membayar masyarakat dengan tingkat upah yang rendah sehingga keuntungan
perkembangan ekspor yang pesat tidak dinikmati oleh masyarakat di dalam negeri,
namun lebih dinikmati oleh konsumen luar negeri. Dengan
demikian teori pertumbuhan wilayah Neo‐klasik
dari W. A. Lewis memperkenalkan sebuah teori tentang pembangunan ekonomi pada konteks jumlah labour yang tidak terbatas. Lewis
beragumentasi bahwa baik teori Keynes ataupun teori Neo‐klasik
tentang pertumbuhan ekonomi yang ada pada saat itu tidak dapat diterapkan pada Negara‐negara
dengan surplus buruh yang tidak terbatas. Basis model Lewis adalah bahwa ekonomi nasional Negara‐negara
yang terbelakang dapat dibagi menjadi dua sektor, yaitu tradisional (agriculture) dan
modern (industrial) sektor.
4.
Teori Leibenstein
Faktor‐faktor
yang menghambat pembangunan ekonomi yang yang menyebabkan suatu negara tetap berada pada
tingkat pembangunan dan tingkat pendapatan per kapita yang rendah adalah sangat kompleks.
Faktor‐faktor
yang mempengaruhi lajunya pembangunan
ekonomi menjadi dua golongan: kekuatan‐kekuatan yang menurunkan dan yang meningkatkan pendapatan per kapita. Usaha minimum
kritis adalah suatu usaha yang menjamin agar kekuatan‐kekuatan
yang akan menaikkan pendapatan per kapita mempunyai kemampuan untuk mengatasi kekuatan‐kekuatan
yang menurunkan pendapatan per kapita. Empat faktor penentu yang menjadi penentu besarnya usaha
minimun kritis adalah:
a. usaha tersebut harus dapat menghindarkan berlakunya disekonomi intern sebagai
akibat dari skala kegiatan perusahaan yang terbatas, dalam hal ini penanaman
modal harus mencapai suatu tingkat tertentu untuk menjamin tercapainya
efisiensi yang tinggi dalam berbagai kegiatan ekonomi,
b. usaha tersebut harus menjamin agar di antara berbagai
industri yang dikembangkan tercipta ekonomi
ekstern yang cukup besar sehingga memungkinkan berbagai industri memperoleh keuntungan
yang cukup untuk mendorong perkembangan kegiatan mereka, dengan kata lain harus
ada upaya untuk merangsang industri‐industri untuk menanamkan
modal yang diperlukan,
c. besarnya
faktor yang menghalangi perkembangan ekonomi, yang bersifat timbul dengan sendirinya (perkembangan jumlah penduduk) dan
sebagai akibat dari pembangunan,
d. tergantung
pada faktor non ekonomi seperti sikap masyarakat, jumlah dan kualitas pengusaha yang inovatif, kondisi berbagai intitusi sosial.
Jika berbagai faktor ini berpengaruh besar dalam menghambat pembangunan, makin besar perombakan
sosial yang harus dilakukan, dan makin tinggi
pula tingkat usaha minimum kritis yang diperlukan untuk menjamin terciptanya pembangunan yang diharapkan.
5.
Teori Rannis‐Fei
Usaha minimum
kritis baru akan tercapai apabila usaha pembangunan menjamin berlakunya beberapa hal yakni kemajuan
teknologi yang cukup besar, tingkat pertambahan
modal yang cukup tinggi, terciptanya inovasi yang bersifat sangat menguntungkan dengan penggunaan lebih banyak tenaga kerja,
pengaruh hukum hasil lebih yang makin berkurang
terhadap kegiatan tenaga kerja tidak begitu kuat. Keempat faktor tersebut
secara bersama
akan menjamin tercapainya tingkat pertambahan kesempatan kerja yang lebih besar
di sektor industri dari keseluruhan tingkat
pertambahan tenaga kerja (Sukirno S, 2007).
Munculnya
teori pembangunan seimbang menimbulkan pertentangan pendapat mengenai kebijakan penanaman modal yang sebaiknya dilaksanakan di
negara‐negara
berkembang. Kritik terhadap teori pembangunan
seimbang oleh Hirschman dan Streeten bahwa program pembangunan tidak seimbang adalah program pembangunan yang lebih
sesuai untuk mempercepat proses pembangunan
di negara berkembang. Alasannya, berbagai aspek kegiatan ekonomi berkembang dalam laju yang berbeda yang berarti bahwa
pembangunan berjalan secara tidak seimbang, kondisi negara‐negara berkembang menghadapi masalah kekurangan
sumberdaya. Dengan melaksanakan program
pembangunan tidak seimbang, maka usaha pembangunan pada suatu waktu tertentu
dapat dipusatkan
kepada beberapa kegiatan yang akan mendorong penanaman modal di berbagai
kegiatan lain
pada masa berikutnya.
Baca Juga: Teori Kutub Pertumbuhan
Menurut
Hirschman untuk menciptakan keadaan perekonomian yang maju terus‐menerus, maka pembangunan harus selalu menghadapi
goncangan‐goncangan, disproporsisi dan
berbagai ketidakseimbangan karena inilah proses pembangunan yang paling ideal,
sebab gangguan dan ketidakseimbangan akan menggalakkan penanaman modal pada
masa berikutnya. Ada dua hal pembangunan tidak seimbang menurut
Hisrchman yaitu pembangunan antar sektor prasarana dan pembangunan sektor produktif.
Pembangunan yang tidak seimbang ini ditunjukkan oleh apabila proyek‐proyek
yang dilaksanakan memerlukan modal dan sumberdaya melebihi dari yang tersedia, sehingga bagaimana cara untuk
menentukan proyek‐proyek yang harus didahulukan agar penggunaan sumberdaya yang tersedia mampu
menciptakan tingkat perkembangan ekonomi yang maksimal. Usaha untuk mengalokasikan
sumberdaya yang tersedia dibedakan dalam dua cara yaitu dipilih secara bergantian (substitusi)
apakah akan melakukan proyek A atau B, sedangkan yang kedua
dilakukan dengan pengunduran A atau B.
Pemilihan
proyek dapat ditentukan dengan menganalisis
alokasi sumberdaya di antara sektor modal sosial (prasarana) dengan aktifitas
produksi riil
(sektor produktif). Ada tiga cara pendekatan yang mungkin dilakukan yaitu :
pembangunan tidak seimbang
di antara kedua sektor tersebut, pembangunan tidak seimbang dimana pembangunan sektor prasarana lebih ditekankan, pembangunan
tidak seimbang dimana sektor produkfif lebih ditekankan. Apabila prasarana lebih dahulu
dikembangkan, sektor produktif dapat dikembangkan dengan biaya yang lebih rendah berarti langkah
ini mendorong perkembangan sektor produktif. Sebaliknya kalau sektor
produktif dikembangkan terlebih dahulu akan timbul masalah kekurangan prasarana,
dan ketidakseimbangan ini akan menimbulkan dorongan untuk mengembangkan lebih banyak
prasarana. Menurut Hirschman, di dalam suatu negara yang motivasi masyarakatnya
sangat terbatas, lebih baik melakukan pembangunan secara berkekurangan daripada
berkelebihan kapasitas, artinya kondisi tersebut lebih tepat untuk mendahulukan
perkembangan sektor produktif, karena cara pendekatan ini akan menghindari
penghamburan penggunaan fasilitas prasarana.
Di dalam
sektor produktif, mekanisme perangsang pembangunan yang tercipta sebagai akibat
dari adanya hubungan diantara berbagai industri dalam menyediakan barang‐barang yang digunakan sebagai bahan baku untuk
industri lainnya, dapat dibedakan dalam dua golongan yaitu:
a. Pengaruh hubungan ke depan (forward
linkage effects) tingkat ransangan yang diciptakan oleh
pengembangan suatu
industri terhadap perkembangan industri‐industri
lain yang menggunakan produk industri yang pertama sebagai bahan baku, dan
b. pengaruh
hubungan ke belakang (backward linkage effects) tingkat ransangan yang diciptakan oleh
pengembangan suatu industri terhadap perkembangan industri‐industri lain yang akan menyediakan bahan mentah
kepada industri yang pertama.
Dan
yang dimaksud
dengan pengaruh hubungan ke depan adalah tingkat ransangan yang diciptakan oleh pengembangan suatu industri terhadap perkembangan
industri‐industri lain yang menggunakan produk industri yang pertama sebagai bahan
bakunya. (Sukirno S, 2007). Tabel input output digunakan untuk mengukur sampai dimana
perkembangan suatu industri dapat menciptakan dorongan bagi pengembangan industri lainnya.
Kritik
Hirschman terhadap teori pembangunan seimbang adalah Hirschman meragukan
kemampuan negara
berkembang, namun teori ini malah membuat harapan‐harapan
yang tidak realistis mengenai daya
kreatif negara‐negara tersebut. Menurutnya kelemahan teori
pembangunan seimbang menganggap
bahwa negara berkembang akan mampu menyediakan tenaga usahawan dan tenaga ahli yang cukup yang dalam waktu bersamaan
sanggup mendirikan berbagai industri dan industr-industri tersebut memiliki pasar yang cukup luas untuk
hasil produknya. Hirschman tidak yakin kalau negara berkembang mampu melaksanakan hal itu
tanpa ada bantuan dari luar karena pembangunan tersebut sangat memerlukan tenaga ahli yang cukup
banyak, sedangkan kualitas tenaga kerja yang terbatas sangat terbatas. Menurutnya program
pembangunan yang seimbang hanya dapat dilaksanakan
sempurna oleh negara berkembang apabila tidak menghadapi masalah pasar yang terbatas, pengangguran sumberdaya terutama modal,
kekurangan tenaga ahli dan usahawan.
Suatu negara berkembang mampu melaksanakan pembangunan
ditentukan oleh kesanggupannya untuk melaksanakan
pembentukan modal. Kesanggupan menanam modal suatu negara terletak pada seberapa besar sektor modern dalam perekonomian,
dimana semakin besar sektor modern semakin besar pula kesanggupan menanam modal. Faktor
penghambat suatu negara berkembang dalam meningkatkan pertumbuhan ekonominya adalah
masalah keterbatasan kesanggupan menanam modal yang menjadikannya tidak mampu melaksanakan
pembangunan secara besar‐besaran di berbagai industri. Kritik terhadap
teori pembangunan seimbang yang lain adalah kemungkinan terjadinya disekonomi ekstern yaitu pembangunan
yang menghancukan cara‐cara tradisional dalam kegiatan produksi yang kurangmenguntungkan
masyarakat sehingga terjadi menimbulkan pengangguran atau pengorbanan sosial.
Selain
Hirschman, menurut Fleming apabila faktor‐faktor
produksi jumlahnya terbatas maka pengembangan
industri besar‐besaran dan secara serentak akan menurunkan
efisiensi dan tingkat keuntungan
bagi industri. Pembangunan
seimbang hanya akan terjadi apabila tambahan modal yang diperlukan mudah diperoleh, upah rendah, tenaga
kerja sektor pertanian dapat ditarik ke sektor perindustrian (Sukirno S, 2007). Singer juga melakukan kritik
terhadap teori pembangunan seimbang dimana menurutnya teori pembangunan
seimbang tidak memperhatikan negara yang sedang berkembang mengalami kekurangan
sumberdaya, sehingga negara berkembang tidak mungkin dapat melaksanakan pembangunan
seimbang tersebut secara serempak di berbagai sektor industri dan sektor
lainnya.
Post a Comment